Memang banyak bangunan kolonial peninggalan Belanda di negara kita.
Namun itu baru sebagian lho. Aslinya sih hanya beberapa yang bisa
selamat dari perkembangan zaman, sementara yang lain kini sudah tak ada
lagi alias hanya bisa dikenang lewat foto ataupun lukisan tempo doeloe.
Nah, inilah bangunan-bangunan bersejarah yang kini telah dihancurkan.
1. Gedung Societeit Harmonie
Pernahkah kalian tahu kenapa daerah Harmoni yang
terkenal dengan halte transit busway-nya dikatakan Harmoni? Well,
definetely nothing harmonious on that street *admin jadi inget pernah
keilangan hape di sana*. Tempat itu dikatakan Harmoni sebab di sana
pernah berdiri gedung Societeit Harmonie. Gedung ini dulu terletak di
ujung jalan Veteran dan Majapahit dan mulai dikerjakan sejak tahun 1776
oleh Gubernur Jenderal Reineir de Klerk kemudian dilanjutkan
pembangunannya oleh Daendels *si kejam* dan Raffles hingga baru resmi
dibuka pada 1868. Gedung ini menjadi tempat pesta para sosialita Belanda
(yang sejak zaman kolonial Belanda hingga kini, definisi sosialita
masih tetap sama = tante2 nggak nyadar umur dandan menor + kemungkinan
besar masih doyan brondong).
Sayangnya bangunan
bernilai historis tinggi ini dirubuhkan pada tahun 1985. Ingin tahu
alasannya? Untuk membangun rumah ibadah? Panti asuhan? Sesuatu yang
berguna bagi rakyat, bangsa, dan negara Indonesia? Nope, buat membangun
lapangan parkir Sekretariat Negara. Great, what a smart dumbass (kadang gue ampe jungkir balik mikirin ketololan petinggi negeri ini).
2. Benteng Frederik Hendrik
Benteng ini dibangun pada 1834 oleh Gubernur Jenderal van den Bosch
*kejam juga*. Benteng ini terletak di kawasan Taman Wilhemina dan
terpaksa dirubuhkan untuk pembangunan Masjid Istiqlal. Well, kalo yang
ini sih aku nggak begitu keberatan. Soalnya kan niat Presiden Soekarno
baik membangun masjid tepat di depan Katedral Jakarta untuk menunjukkan
kerukunan umat beragama di Indonesia, ya nggak?
3. Taman Wilhemina
Taman Wilhemina ini disebut-sebut sebagai taman paling “wow” pada
zamannya. Pada saat pembangunannya di abad ke-19, taman ini menjadi
taman terluas dan terindah di Asia. Gile, wow banget khan? Sayangnya,
semenjak kemerdekaan taman ini menjadi terlantar dan akhirnya diputuskan
untuk membangun Masjid Istiqlal di lokasi taman ini. Oya, dahulu di
taman ini terdapat Monumen Waterloo atau Atjeh Monument untuk
memperingati para serdadu Belanda yang tewas selama perang Aceh. Taman
yang dibangun oleh Daendels *si kejam* ini uniknya terletak di dekat
Kali Ciliwung (yang kala itu jernih) sehingga terdengar gemericik air
yang menyegarkan kala berjalan-jalan di situ.
4. Gerbang Amsterdam
Gerbang bergaya barok ini berdiri pada pertengahan abad ke-19 pada masa
pemerintahan J.P. Coen *yupz, kejam juga*. Gerbang ini merupakan sisa
benteng yang mulai ditinggalkan pada masa Daendels dan sempat direnov
oleh Gubernur Jenderal van Imhoff. Sayangnya, gerbang Amsterdam
benar-benar dirubuhkan pada 1869 karena dibukanya jalur trem melewati
daerah tersebut.
5. Hotel des Indes
Wah cukup miris juga pas membaca mengenai nasib hotel ini. Hotel ini berdiri sejak 1856 dan pernah menjadi saksi sejarah yang sangat penting, sebab di hotel ini ditandatangani perjanjian Roem-Royen pada 7 Mei 1949. Bahkan, penamaan Hotel des Indes sendiri merupakan usul dari Douwes Dekker. Hotel ini terkenal karena kemewahannya, bahkan Alfred Russel Wallace (pencetus teori evolusi sebelum idenya dicuri Charles Darwin) pernah menginap di sini. Sayangnya, pada tahun 1971, hotel super-bersejarah ini dirobohkan untuk dibangun Kompleks Pertokoan Duta Merlin.
6. Katedral Jakarta
Nah, kalo yang ini bangunannya sudah hilang tapi nggak nyesel. Soalnya sekarang bangunannya udah jadi lebih keren. Nah, seperti itulah wajah katedral Jakarta sebelum berwujud gereja gotik megah seperti sekarang.
7. Gereja Kubah
Pada tahun 1736 di Kota Tua Batavia pernah berdiri sebuah gereja yang unik dan keren banget. Namanya adalah Gereja Kubah atau bahasa Belandanya Nieuwe Hollandsche Kerk Gereja ini dibangun oleh Christoffer Moll. Namun sayangnya karena bidangnya bukan arsitek, maka ketika terjadi gempa 3 tahun setelah pembangunannya selesai, gereja ini mengalami kerusakan yang parah Kerusakan gereja ini diperparah dengan bangkrutnya VOC membuat Daendels pada 1808 menyuruh gereja ini untuk dibongkar dan tanahnya dijual untuk menambah kas kompeni.
8. Gedung Kerapatan Deli
Gedung ini bernama Gedung Kerapatan yang berfungsi sebagai ruang kerja Sultan dan juga sebagai lembaga peradilan bagi orang-orang yang masa tidak tunduk kepada hukum kolonial Belanda. Dibangun pada masa kekuasaan Sultan Ma'mun Al Rasyid Alamsyah pada tahun 1906. Gedung Balai Kerapatan terletak didepan Istana Maimun, tepatnya sekarang di Jalan Brigjen Katamso, namun gedung ini sudah rata dengan tanah pada tahun 2004 oleh kebijakan Walikota Medan Abdillah.
9. Pabrik Es Saripetojo
Sekilas memang bangunan ini tidak ada yang spesial. Seiring perkembangan zaman, bangunan inipun terus dipugar sehingga bentuk aslinya tak terlihat lagi. Namun yang namanya nilai historis tak hanya dilihat dari sisi bangunannya saja. Walaupun menyimpan nilai sejarah tinggi, pabrik es yang sudah berdiri sejak zaman kolonial ini dirubuhkan atas perintah Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo. Rencananya akan dibangun supermarket Hal itu memicu perseteruan dengan Walikota Solo saat itu, Jokowi yang tak setuju dengan penghancuran gedung bersejarah tersebut. Selain itu, rencananya pembangunan supermarket tersebut juga ditentang habis-habisan oleh penduduk sekitarnya sebab terdapat banyak pasar tradisional di daerah tersebut. Namun apa daya, berkat kepiawaian gubernur Bibit yang luar biasa jeli dalam melihat potensi ekonomi, gedung bersejarah ini terlanjur rata dengan tanah.
10. Benteng Vastenburg
Satu lagi kisah miris yang sayangnya terjadi di Solo adalah penelantaran dan penghancuran sedikit demi sedikit benteng Vastenburg. Benteng ini dibangun pada 1745 oleh Gubernur Jenderal Imhoff. Sayang oleh Walikota era Soeharto, yaitu Hartomo dijual ke pihak swasta dan akan dibangun hotel bintang 5 Pengembalian benteng Vastenburg ke masyarakat Solo ini terus diperjuangkan oleh Jokowi semasa pemerintahannya, namun tetep saja masalah hak milik ini sangatlah rumit. Terlebih benteng ini secara legal telanjur dibeli oleh swasta
Jakarta Time


Tidak ada komentar:
Posting Komentar